PANDUAN PRAKTIS UNTUK GURU IKTE
(Indonesian Korea Teacher Exchange)
Family, School, business, art, food and cullinary, friendship.. All good things in life..
Jalan-jalan ke Jakarta
Berkunjunglah
ke Kota Tua
Berhitung
satu dua tiga
Koneksi antar materi, mari segera kita buka...
Assalamualaikum wr. wb..
SALAM DAN BAHAGIA!
Materi tentang pengambilan keputusan yang Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin adalah sebuah materi dasar tentang kepemimpinan yang sangat penting dan relate dengan permasalahan yang sering dihadapi oleh setiap pemimpin saat ini, khususnya pemimpin pembelajaran di sekolah, dimana seringkali harus menemukan pilihan-pilihan sulit yang memerlukan pertimbangan yang baik dalam memutuskannya.
Pilihan-pilihan yang ada, seringkali mengecoh kita, saat pilihan tersebut sama benarnya, sama manfaatnya. itulah yang disebut Dilema Etika. Dilema Etika adalah situasi dimana opsi yang harus dipilih oleh seorang pemimpin pada 2 (dua) pilihan yang sama-sama benar. Dalam kondisi ini, seorang pemimpin harus mampu membuat keputusan yang bijak, antara lain dengan menggunakan 4 (empat) paradigma dilema etika, sebagai berikut :
1) Individu lawan kelompok (individual vs community)
2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4) Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Selain itu, ada 3 (tiga) prinsip pengambilan keputusan, antara lain :
1) Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
2) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
3) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
Untuk memastikan bahwa hasil keputusan merupakan pilihan yang terbaik, maka diperlukan 9 (Sembilan) Langkah pengambilan dan pengujian keputusan, yaitu :
1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini
4) Pengujian benar atau salah : a) Uji Legal, b) Uji Regulasi/Standar Profesional, c) Uji Intuisi, d) Uji Publikasi, e) Uji Panutan/Idola
5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar
6) Melakukan Prinsip Resolusi
7) Investigasi opsi Trilema
8) Buat Keputusan
9 9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan
Untuk memulai koneksi antar materi di modul ini, saya mulai dengan kutipan dari Bob Talbert, sebagai berikut :
"Mengajarkan anak menghitung itu baik,
namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik"
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Dari kutipan tersebut, dapat kita artikan bahwa mengajar itu bukan hanya mentransfer ilmu saja, namun juga termasuk mengambil esensi dari proses pembelajaran tersebut, yaitu membentuk karakter, membangun semangat dan motivasi, yang semuanya berawal dari paradigma berpikir
Sukabumi, 15 Desember 2023.
Menantang!
Itu yang saya pikirkan saat menerima materi ini. Kenapa? Karena di satu sisi, sayapun merasa masih memiliki banyak sekali hal yang harus diperbaiki dalam hal mengajar. Namun, setelah membaca keseluruhan materi yang sangat rinci dan sistematis, saya menemukan bahwa supervisi dengan metode coaching adalah hal yang masih jarang dilakukan. Sementara ini yang sering dilakukan adalah menilai, mengevaluasi, dengan kesan mencari kesalahan, tanpa memberikan peluang bagi guru (supervisee) untuk mengembangkan hal yang kurang tersebut, dengan kekuatan dan potensi yang dimilikinya.
Sehubungan dengan peran saya sebagai seorang coach di sekolah, khususnya di Program Keahlian Usaha Perjalanan Wisata (UPW), dengan 2 (dua) anggota tim yang masih muda, dan masih terbatas pengalamannya dalam mengajar, terutama juga dikarenakan bukan berasal dari lulusan universitas/sekolah tinggi jurusan kependidikan, tentu saja sedikit banyak memiliki kendala dalam kegiatan proses pembelajaran, sehingga proses coaching ini sangat membantu mereka untuk mencari solusi atas kesulitan mereka di kelas, dengan memaksimalkan potensi dan kekuatan yang mereka punya. Dalam hal ini, biasanya mereka mengeluh mengenai metode pembelajaran, terutama dengan beragam karakter siswa yang harus dihadapi.
Kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi, kami sering berdiskusi mengenai tipe belajar dan kebutuhan belajar murid di kelas, salah satunya dalam mengklasifikasikan profil belajar murid di UPW. Begitupun dengan pembelajaran sosial dan emosi, meskipun pada dasarnya, pendekatan sosial dan emosi yang sudah dilakukan saat ini cukup bagus, bahkan merupakan potensi dan kekuatan mereka (tim saya), karena mereka masih muda, yang lebih mudah diterima oleh murid, sebagai kaum milenial. Oleh karena itu, saya dengan keterampilan coaching, saya dapat menggali hal-hal yang akan mereka lakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan belajar murid di kelasnya. Dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat menggali potensi mereka, saya juga pastikan untuk dapat menggali hal-hal yang harus mereka kembangkan, agar mampu mengayomi murid di kelas. Saya percaya bahwa justru karena mereka masih muda, maka kemampuan mereka sangat potensial, dan hanya perlu dikuatkan saja, mengenai hal-hal yang dirasa belum maksimal.
Sebagai refleksi terhadap materi yang saya peroleh, jujur saja, saya cukup tertantang, karena hal ini merupakan hal yang baru bagi saya, dimana saya dituntut untuk bisa menstimulasi supervisee untuk dapat mengungkapkan kendala mereka, serta mendapatkan ide-ide dari hasil interview yang dilakukan. Apalagi saya juga merasa masih memiliki banyak kekurangan dalam proses pembelajaran yang saya lakukan, sehingga merasa tidak berhak untuk memberikan saran atau lainnya kepada rekan saya. Namun, dengan paradigma berpikir coaching yang berfokus pada coachee, bersikap terbuka dan ingin tahu lebih banyak, harus memiliki kesadaran diri yang kuat, dan membantu coachee untuk melihat peluang baru, memberikan saya kekuatan untuk bisa mendalami peran sebagai coachee, meskipun di awal-awal sering terjebak dengan kebiasaan seorang guru yang lebih banyak memberikan mentoring atau training. Dalam hal ini, coach memang dituntut untuk lebih sabar dalam menggali potensi coachee, agar segala ide yang akan diterapkan, adalah hasil dari pemikiran coachee sendiri, yang dibantu oleh coach dalam pemetaannya, sehingga coachee lebih mudah dalam menata peluang-peluang maupun solusi yang akan dilakukannya.
Beberapa kompetensi coaching juga sangat menguras pikiran dan sangat menantang, dimana seorang coach dituntut untuk dapat memiliki kemampuan kehadiran penuh (presence) dan fokus saat melakukan coaching, begitupun dengan kompetensi mendengarkan aktif , dimana seorang coaching harus mampu menyimak dan memberikan respon yang positif terhadap hal-hal yang disampaikan oleh coachee. Selain itu, kompetensi mengajukan pertanyaan berbobot juga tidak kalah menantangnya, dimana seorang coach harus mampu menggali ide-ide coachee, peka terhadap celah yang dapat menjadi kekuatan dan kompetensi seorang coachee, dan mampu menggunakannya bagi perkembangan coachee.
Dalam proses mengajukan pertanyaan berbobot, saya harus mampu memberikan pertanyaan yang bisa terus menggali kemampuan coachee, memberdayakan potensinya. Bagian ini yang menurut saya paling sulit, karena kita harus dapat menyelami kendala yang mereka miliki, mengikuti ke mana arah proses coaching berjalan. Dengan kesulitan saya ini, hal yang bisa saya lakukan untuk dapat mengatasinya tentu saja dengan benar-benar menyimak arah pembicaraan coachee, berusaha menempatkan diri pada posisinya, dan memperkirakan pertanyaan-pertanyaan apa yang biasanya sulit dimengerti.
Untuk bisa mendapatkan pertanyaan yang berbobot, saya harus dapat mendengar dengan RASA, yaitu 1) Receive; 2) Appreciate; 3) Summarize; dan 4) Ask, dimana poin-poin ini menjadi panduan dalam menentukan pertanyaan apa saja yang dapat saya ajukan. Pada poin Receive, saya harus dapat memperhatikan pembicaraannya, menyimak, menerima semua ucapannya, dan dengarkan kata kunci yang disampaikannya. Setelah itu, poin Appreciate dilakukan dengan cara memberikan sinyal saat mendengarkan, seperti mengangguk-angguk tanda mengerti, memberikan komentar positif, menjaga kontak mata, memberikan respon "ok, iya, hmm..", dan sebagainya. Selanjutnya poin Summarize, dilakukan dengan merangkum apa yang saya tangkap dari hal-hal yang disampaikan oleh coachee, memilih keyword yang tepat, sehingga dapat memastikan bahwa ada beberapa poin penting dalam percakapan yang dilakukan. Tahap akhir adalah Ask, dengan cara mengajukan pertanyaan berdasarkan summarizing, mengajukan pertanyaan yang membuat coachee paham mengenai situasi yang dihadapi, dan merupakan hasil mendengarkan dan menggali keywords atau emosi yang sudah dikonfirmasi, bukan berdasarkan asumsi, judgment, ataupun asosiasi dengan pengalaman pribadi.
Sebetulnya, kehadiran penuh (presence) juga merupakan kompetensi yang menantang, apalagi jika terdistraksi oleh pesan/telpon penting, sehingga biasanya saya akan menjauhkan letak HP dari jangkauan saya, dan berusaha mencatat apa yang dikatakan oleh coachee, sehingga saat saya mengajukan pertanyaan, saya ajukan berdasarkan hal-hal yang disampaikan oleh coachee, sebagai bentuk mendengarkan dengan rasa.
Yang terpenting dari proses coaching untuk supervisi adalah menerapkan prinsip-prinsipnya, yaitu pertama, berprinsip kemitraan. Hal ini penting, karena dengan menempatkan 2 (dua) pihak dalam posisi sejajar, coachee akan merasa lebih nyaman, dan tidak dihakimi. Yang kedua adalah membangun percakapan yang kreatif, yang mampu memetakan ide dan peluang-peluang baru yang sebelumnya mungkin tidak terpikirkan oleh coachee, namun karena dibantu dengan pertanyaan-pertanyaan berbobot yang diajukan oleh coach, akhirnya coachee mendapatkan solusinya sendiri. Dan yang tidak kalah penting adalah solusi tersebut berdasar pada kemampuan coachee sendiri, sehingga mampu memaksimalkan potensi dirinya, yang kemudian dikuatkan oleh coach.
Setelah mempelajari modul 2.3 mengenai Coaching untuk Supervisi Akademik, saya merasakan banyak perubahan, di mana saat dulu mendengar kata supervisi, maka yang terbayang adalah penilaian satu arah, mendapatkan kritik dan saran untuk mengajar, bahkan seringkali kita menolak untuk disupervisi, karena takut salah, dan lain sebagainya. Namun, dengan Supervisi dengan Metode Coaching, saya merasa bahwa saya akan mendapatkan saran terbaik untuk saya terapkan di kelas saya, mendapatkan ide baru yang akan memberikan layanan pendidikan terbaik bagi murid saya. Selain itu, sebagai coach bagi murid saya, saya tentu saja akan menganggap ini adalah paradigma baru yang harus saya terapkan, sebagai pamong, penuntun bagi murid saya, saya harus mampu memaksimalkan setiap potensi murid, melayani sesuai kebutuhan belajarnya, atas motivasi intrinsik mereka sendiri, bukan karena paksaan, untuk kesuksesan dan kebahagiaan mereka di masa depan.
Berikut ini adalah beberapa proses coaching yang dilakukan dengan rekan sejawat dan murid, baik tentang proses pembelajaran (supervisi pendidikan), maupun hal lainnya yang perlu didiskusikan dalam rangka melayani kebutuhan belajar murid.
2. Proses Coaching dengan Rekan Sejawat
Jika mendengar kata Diferensiasi, maka yang teringat adalah istilah different, yang artinya berbeda. Maka, istilah pembelajaran berdiferensiasi ini juga, bagi orang awam pasti dihubungkan dengan pembelajaran yang berbeda. Namun, pertanyaannya, apakah yang berbeda?
Hal ini pun yang terpikirkan oleh saya, pada
saat mulai mempelajari tentang Pembelajaran Berdiferensiasi. Namun, lebih jauh
dari itu, konsep pembelajaran berdiferensiasi ternyata bermakna lebih dalam
lagi, dan mampu memberikan pencerahan dan pemahaman berbeda bagi saya.
Dari modul 2.1 yang saya pelajari pada Program
Pendidikan Guru Penggerak, pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian
keputusan masuk akal yang dibuat oleh guru yang berorientasi pada kebutuhan
belajar murid, dimana keputusan-keputusan tersebut adalah :
Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa ada 3
(tiga) kategori kebutuhan belajar murid, yaitu : 1) Kesiapan belajar; 2) Minat
murid; dan Profil belajar murid. Ketiga kategori ini pada akhirnya menjadi
kunci dalam melaksanakan pembelajaran yang efektif, yang sesuai dengan kebutuhan
belajar murid.
Hal ini terjadi, karena dengan memenuhi
kebutuhan belajar murid, guru mampu mengatur dan mengelola kelas, mana yang harus
mendapatkan pendampingan intensif, mana yang dapat dilepas mandiri, mana yang
membutuhkan penjelasan berupa gambar, berupa praktik langsung, ataupun
penjelasan dalam bentuk audio.
Segala usaha tersebut, pada akhirnya mampu memaksimalkan
layanan pembelajaran, karena berorientasi pada kebutuhan belajar murid. Hal ini
juga sejalan dengan filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara mengenai tugas guru
sebagai penuntun segala kodrat, yang memenuhi kodrat alam setiap murid,
memahami berbagai keunikan, potensi dan kekuatan setiap murid, dan mengoptimalkannya
dalam proses pembelajaran berdiferensiasi.
Hal ini juga sejalan dengan nilai dan peran
guru penggerak, yang mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada murid,
sehingga dengan memahami kebutuhan mereka, guru akan berupaya untuk memenuhi
layanan apa yang mampu memaksimalkan perkembangan potensi mereka, dan akhirnya dapat
mewujudkan murid yang selamat dan bahagia.
Budaya positif merupakan salah satu cara untuk menciptakan lingkungan belajar bagi murid yang Aman, nyaman dan menyenangkan, yang mencakup seluruh bagian sekolah, termasuk warga sekolah.
Salah satunya adalah dengan menerapkan segitiga restitusi, yaitu kolaborasi dari guru dan murid untuk dapat memecahkan masalah, mencari jalan keluar dari kesulitan murid.
Segitiga Restitusi dilakukan dengan mengikuti 3 (tiga) langkah, yaitu :
1. Menstabilkan Identitas
2. Memvalidasi kesalahan
3. Menanyakan keyakinan
Dengan proses segitiga restitusi ini, diharapkan murid dapat mengenali dirinya sendiri dan menerapkan motivasi intrinsik dalam setiap kegiatannya, Serta bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Modul pertama dari Program Pendidikan Guru Penggerak ini terdiri dari 4 (empat) modul yang menjadi dasar dan sangat penting dalam mengubah paradigma pendidikan seorang guru.
Dalam materi mengenai filosofi Ki Hajar Dewantara, sekolah menjadi tempat persemaian benih, yaitu para murid, dimana guru menjadi petani yang harus memastikan agar media tanam, dalam hal ini sekolah, menjadi tempat yang nyaman, aman, dan mampu menjadi tempat bagi penebalan potensi mereka. Selain itu, guru juga harus mampu menuntun murid, menjadi among bagi mereka, menuntun murid sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya, sesuai dengan latar belakangnya, sesuai dengan fase pertumbuhannya.
Untuk menciptakan sekolah yang nyaman dan aman, serta sesuai dengan perkembangan murid, maka diperlukan suasana yang positif, dengan budaya yang positif. Hal ini penting, karena dengan suasana yang kondusif dan positif, murid akan lebih mudah menyerap ilmu yang diberikan oleh guru. Dan lingkungan positif ini hanya akan terjadi, jika pembelajaran yang dilakukan, sudah berpihak pada murid. Oleh karena itu, penguatan budaya positif ini sangat penting, dengan dukungan guru yang memegang nilai-nilai baik dari guru penggerak, yaitu berpihak pada murid, inovatif, reflektif, mandiri, dan kolaboratif.
Budaya positif merupakan nilai-nilai atau keyakinan yang terbentuk dalam jangka waktu yang lama dan terlihat dari sikap keseharian seluruh aset yang dimiliki sekolah dan berpihak pada murid. Disinilah pentingnya peran guru sebagai pemimpin pembelajaran dan pemimpin murid (Student agency).
Penerapan budaya positif memang bukan hal yang mudah, namun memerlukan perencanaan yang matang, salah satunya dengan membuat prakarsa-prakarsa perubahan melalui pendekatan ATAP (Aset Tantangan Aksi Pembelajaran) dan BAGJA (Buat pertanyaan-Ambil pelajaran-Gali mimpi-Jabarkan rencana-Atur)
Salah satu prakarsa perubahan yang saya rancang adalah penerapan kelas yang menyenangkan, yang berpihak pada murid, karena dengan situasi kelas yang kondusif, mengikuti kodrat zaman dan kodrat alam murid, maka murid akan lebih mudah menyerap materi pembelajaran.
Nama CGP : Mira Sartika
1. Latar Belakang
Budaya positif diperlukan untuk dapat memastikan agar kelas nyaman, aman, dan menyenangkan. Hal ini penting, karena dapat mendorong terserapnya materi pembelajaran dengan baik.
Guru sebagai among, berperan untuk menyediakan media (kelas) yang baik, agar murid dapat berkembang sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya, sehingga terwujud proses pembelajaran yang berpihak pada murid.
2. Tujuan Pembelajaran
a. Menciptakan kelas yang kondusif dan menyenangkan.
b. Menumbuhkan kesadaran dan kontrol diri murid, untuk menciptakan motivasi intrinsik dalam mencapai pembentukan profil pelajar Pancasila.
3. Indikator Keberhasilan
a. Murid mengikuti kelas dari awal hingga akhir
b. Murid memahami pembelajaran yang diberikan dan mampu menjelaskan kembali materi sesuai dengan kebutuhan
c. Murid melakukan refleksi yang positif
d. Terciptanya suasana kelas yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
4. Linimasa tindakan yang akan dilakukan
a. Menyusun rencana langkah kegiatan pembelajaran dalam bentuk RPP
b. Melakukan diseminasi budaya positif kepada Kepala Sekolah dan Rekan Sejawat
c. Menentukan jadwal pelaksanaan
5. Pelaksanaan
a. Menjelaskan tentang langkah kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan
b. Melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan, dari mulai apersepsi, ice breaking, hingga selesai.
c. Guru mengontrol pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
6. Evaluasi
a. Melakukan evaluasi pelaksanaan dan refleksi tindakan yang telah dilakukan.
b. Meminta saran dan masukan kepada Kepala Sekolah, Rekan Sejawat, orang tua murid terkait perilaku setelah pelaksanaan pembelajaran yang menyenangkan.
7. Dukungan yang dibutuhkan
a. Peralatan/Media Ice Breaking dan pembelajaran
b. Kepala Sekolah dan rekan sejawat sebagai teladan bagi murid.
c. Murid sebagai pelaksana pembelajaran
Hai...
Semangat pagi bapak, ibu, kakak, adik, dan semuanyaaa....
Sudah mulai selesai Ujian Nasional di SMP-nya ya? Pasti sekarang lagi cari-cari informasi tentang SMA/SMK yang diminati yaa...
Nah, Bumira akan informasikan sekolah Bumira yaaa...
SMK Negeri 3 Sukabumi, yaitu SMK Pariwisata pertama dan satu-satunya yang berstatus Negeri di Sukabumi loh...
Untuk informasi jurusan apa saja dan nantinya jadi apa, bisa lebih jelas dicari infonya di web http://smkn3-smi.sch.id/ yaa...
Untuk di blog ini, saat ini Bumira hanya akan informasikan tentang PPDB tahun ini saja. Kalo ada yang kurang jelas, boleh nanti langsung datang ke sekolah, atau hubungi via Whatsapp beberapa ibu-ibu baik hati ini yaa..
Ibu Imas 085217959562
Ibu Rima 089529081426
Ibu Annisa 085739957631
Atau bisa dicek di Instagram : @smkn3Sukabumi Silakan difollow yaa...
Silakan disimak informasinya, Semoga bermanfaat!
KOMPETENSI KEAHLIAN DAN DAYA TAMPUNG :
Bidang Keahlian
|
Program Keahlian
|
Kompetensi Keahlian
|
Jumlah
|
|
Rombel
|
Siswa
|
|||
Pariwisata
|
Perhotelan dan Jasa Pariwisata
|
1. Usaha Perjalanan Wisata (UPW)
|
1 rombel
|
36 org
|
2. Perhotelan
|
2 rombel
|
72 org
|
||
Kuliner
|
3. Tata Boga
|
4 rombel
|
144 org
|
|
Tata
Kecantikan Kulit dan Rambut
|
4. Kecantikan Kulit
|
2 rombel
|
72 org
|
|
Tata Busana
|
5. Tata Busana
|
3 rombel
|
108 org
|
|
Jumlah
|
12 rombel
|
432 org
|
NO
|
KEGIATAN
|
TANGGAL
|
JALUR 1 (KETM, PMG, WPS, ABK,
PRESTASI)
|
||
1
|
Pendaftaran
|
4 – 8 Juni 2018
|
2
|
Verifikasi/ Uji kompetensi
|
25, 26, 28 Juni 2018
|
3
|
Pengumuman
|
30 Juni 2018
|
4
|
Daftar Ulang
|
2 – 4 Juli 2018
|
JALUR 2 (SHUN)
|
||
1
|
Pendaftaran dan seleksi
|
5,6,7,9,10 Juli 2018
|
2
|
Pengumuman
|
12 Juli 2018
|
3
|
Daftar Ulang
|
13 - 14 Juli 2018
|
4
|
Awal Tahun Pelajaran 2018/2019
|
16 Juli 2018
|
5
|
Kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah ( MPLS )
|
16 – 18 Juli 2018
|